
Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan, pihaknya tidak segan-segan mencari mitra baru dalam pengembangan proyek gas Indonesia yang berlokasi di Lapangan Tuna, Wilayah Kerja (WK) Tuna di perairan Natuna yang terdampak sanksi Uni Eropa.
Pasalnya, Premier Oil Natuna Sea BV selaku operator Padang Tuna menggandeng Rusia untuk pengembangan proyek tersebut. Namun, pengembangan yang dilakukan dengan mitra Rusia Zarubezhneft terhalang oleh pembatasan dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.
Pasalnya, Uni Eropa dan Inggris memberlakukan sanksi terhadap proyek yang terkait dengan perusahaan Rusia akibat perang Rusia-Ukraina. Uni Eropa dan Pemerintah Inggris telah memberikan sanksi terhadap proyek yang saat ini dioperasikan oleh perusahaan Inggris yaitu Premier Oil Natuna Sea BV
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Dengan begitu, Arifin mengatakan, jika memang proyek tersebut terganggu hingga harus mencari kerja sama baru, pihaknya akan mencari perusahaan lain.
Tegasnya, progres Blok Tuna dinilai baik, sehingga kata Arifin, pengembangan proyek tersebut tidak akan dihentikan. “Nanti memang harus cari kerja sama baru ya kita tolak. Karena progressnya bagus. Kalau progressnya bagus kita stop? Ya kita cari saja,” kata Arifin saat ditemui di sela-sela acara. Kantor Kementerian ESDM, Jumat (17/3/2023) .
Arifin memastikan proyek di Blok Tuna tetap berjalan. Pasalnya, operator Blok Tuna bukan berasal dari Rusia. “Ya ini operatornya bukan dari Rusia. Jadi ya ini terus, kita lanjutkan,” jelas Arifin.
Sebagai informasi, pada tahun 2020 ini Premier Oil Tuna BV telah mendapatkan partner untuk mengelola Blok Tuna yaitu dengan Zarubezhneft.
Zarubezhneft adalah perusahaan minyak dan gas milik negara Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50% hak partisipasi di Blok Tuna melalui anak perusahaannya, ZN Asia Ltd.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan sedang mencari solusi agar pengembangan Padang Tuna bisa dilanjutkan.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan Harbour Energy selaku induk perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Premier Minyak. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menemukan titik temu tentang masalah ini.
“Saat ini kami sedang berkoordinasi dan berdiskusi dengan Harbour tentang kemungkinan opsi sebagai solusi agar pengembangan Lapangan Tuna tidak banyak terpengaruh sanksi tersebut,” kata Hudi kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (14/3/2023).
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Mendadak Rusia Incar Harta Karun Raksasa RI di Laut Natuna
(pgr/pgr)