
Jakarta, CNBC Indonesia – Sukses dan hidup sejahtera adalah dambaan setiap manusia. Manusia rela patah tulang untuk mencapai segalanya. Caranya pun beragam, ada yang bekerja lembur dan berinvestasi.
Namun, ada juga yang mencapainya dengan jalan pintas seperti melakukan kejahatan atau mungkin melakukan hal-hal gaib dan mistis. Apalagi untuk yang kedua, tak sedikit orang yang melakukan berbagai ritual persekutuan dengan setan. Sebut saja salah satunya pesugihan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Pesugihan dapat diartikan sebagai usaha untuk mendapatkan kekayaan dengan mengadakan perjanjian dengan makhluk gaib. Cara ini tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai tempat lain di dunia.
Antropolog Australia Michael Taussig dalam The Devil and Commodity Fetishism in South America (1970) melakukan penelitian ekstensif mengenai hal ini saat mengunjungi Amerika Selatan, khususnya di Columbia dan Bolivia. Taussig melihat fenomena perzinahan (dalam teks Taussig disebut persekutuan dengan Setan) di kedua bidang ini.
Di pertanian Kolombia, Taussig mendengar mitos bahwa petani menggunakan hal gaib untuk meningkatkan hasil panen. Yaitu dengan bertapa dan menjadi hamba setan. Keduanya memiliki kontrak khusus.
Jika petani ingin mendapat untung, itu harus dialihkan ke aktivitas konsumen seperti berbelanja barang-barang mewah. Jika dilanggar, maka mereka akan mati mendadak.
Taussig tentu saja tidak mempercayai hal ini, tetapi sebagai seorang antropolog ia harus menemukan jawabannya. Singkat cerita, ia berhasil mengungkap misteri kekayaan dengan memberikan sudut pandang yang berbeda.
Perlu diketahui, mayoritas ahli mengungkap fenomena semacam ini berdasarkan kecemburuan. Singkatnya, petani miskin justru iri dengan orang yang mendapat kekayaan secara mendadak. Jadi, mereka menuduh orang kaya baru bersekutu dengan setan. Dan ini sebenarnya logis.
Pendapat senada juga diungkapkan sejarawan Christopher Reinhart kepada CNBC Indonesia saat ditanya soal asal muasal pemberian pakan babi, Kamis (23/2/2023).
Dikatakannya, “Babi ngepet yang muncul sejak era tanam paksa (1830-1870) lahir sebagai reaksi kaget para petani ketika melihat orang baru kaya. Iblis.”
Dalam artikel berbeda berjudul “The Ghost in the Machine” (2018) di Jacobin, Taussig menjelaskan bahwa mitos ini muncul sebagai upaya untuk mengkritik para pekerja atas pertumbuhan kapitalisme. Bagi mereka, kapitalisme menyebabkan masyarakat terpisah dari tanah leluhurnya karena berhasil menghancurkan praktik ekonomi tradisional.
“Cerita pesugihan diproduksi untuk memahami keterasingan mereka [..] dan sebagai tanggapan atas gangguan sosial besar-besaran yang diciptakan oleh munculnya akumulasi modal swasta,” katanya
Jadi, pada titik inilah kisah imajinasi muncul di masyarakat bahwa orang kaya bersekutu dengan setan. Cerita tersebut sebenarnya memiliki pesan mitigasi agar petani tidak menjadi kaya dan bertahan dengan sistem ekonomi tradisional.
Meski begitu, berdandan bahwa mereka akan mati karena gagal menandatangani kontrak dengan iblis adalah murni untuk menakut-nakuti. Sehingga mereka menjauh dari kapitalisme jahat.
Kapitalisme sendiri dipandang sebagai setan atau setan karena sama-sama menimbulkan rasa takut. Jika Setan menciptakan ketakutan dalam imajinasi manusia, maka kapitalisme menciptakan ketakutan akan eksploitasi.
Berkat penelitian ini, Taussig kemudian dianugerahi penghargaan bergengsi seperti Berlin Prize dan Guggenheim Fellowship.
Dengan penemuan Taussig ini, kita tahu bahwa narasi pesugihan, babi guling, atau tuyul yang umum diproduksi di Indonesia adalah murni cerita imajinasi. Dan dapat disimpulkan bahwa kekuatan supranatural sebagai cara untuk mendapatkan kekayaan biasanya tumbuh subur ketika kapitalisme muncul di suatu wilayah.
[Gambas:Video CNBC]
(mfa/sef)