liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
May 30, 2023
Nyuruh RI Suntik Mati PLTU, Ternyata AS Punya Lebih Banyak!

Jakarta, CNBC Indonesia – Kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2050 diperkirakan akan berkurang lebih dari separuh kapasitas yang ada pada tahun 2022.

Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengatakan ini berkat peraturan lingkungan yang baru.

Pemerintahan Presiden Joe Biden meluncurkan rencana komprehensif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari industri listrik AS, salah satu langkah terbesar dalam upaya dekarbonisasi ekonomi untuk memerangi perubahan iklim.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Dalam Prospek Energi Tahunan 2023 EIA, tiga skenario dengan biaya berbeda dari teknologi nol karbon memproyeksikan bahwa kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara akan turun sebesar 52% hingga 88% menjadi antara 97 Giga Watt (GW) dan 23 GW pada pertengahan abad.

“Tiga kasus tersebut mencerminkan undang-undang dan peraturan yang diadopsi hingga pertengahan November, termasuk Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) tahun 2022, yang memberikan kredit pajak untuk teknologi tanpa emisi,” kata EIA dalam sebuah pernyataan. 2023).

Ramalan tersebut tidak memperhitungkan proposal untuk membatasi berapa banyak pembangkit listrik karbon dioksida, sumber lebih dari seperempat emisi AS, yang dapat dipancarkan ke atmosfer.

Rencana tersebut mengharuskan pembangkit batu bara yang beroperasi setelah tahun 2040 untuk memasang teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) mulai tahun 2030. Pembangkit yang ditutup antara tahun 2035 dan 2040 harus membakar 40% gas gabungan pada tahun 2030.

Badan Perlindungan Lingkungan memproyeksikan rencana tersebut akan mengurangi emisi dari pembangkit batu bara dan gas baru sebesar 617 juta ton antara tahun 2028 dan 2042, setara dengan pengurangan emisi tahunan sebesar 137 juta kendaraan penumpang.

Proyek EIA yang menggabungkan kapasitas matahari dan angin akan meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2050, menghasilkan antara 40% dan 69% dari pembangkit listrik AS.

Sementara itu, batu bara masih akan memasok listrik antara 1% dan 8% pada tahun 2050, karena kemampuannya beroperasi sepanjang waktu tanpa bergantung pada ketersediaan sinar matahari atau angin.

Perlu diketahui, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia pada 2022 mencapai 81,2 Giga Watt (GW). Sedangkan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tercatat sebesar 42,1 GW.

Sedangkan pembangkit lainnya adalah pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) 21,6 GW, pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) 12,5 GW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 5 GW.

Seperti diketahui, AS dan negara maju yang tergabung dalam G7 juga meminta Indonesia meninggalkan batu bara. Insentif yang akan diberikan kepada Indonesia untuk meninggalkan batu bara adalah melalui komitmen pendanaan sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp. 294,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.718 per US$).

Komitmen pendanaan ini diberikan melalui inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP).

Program JETP dipimpin terutama oleh Amerika Serikat dan Jepang. Presiden AS Joe Biden membuat komitmen pendanaan transisi energi ini pada KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022).

Namun sayangnya, hingga saat ini komitmen pendanaan tersebut belum juga tersalurkan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan, dari komitmen US$20 miliar, sejauh ini belum ada satu sen pun yang diberikan kepada Indonesia.

“Belum,” jawab Dadan saat ditanya berapa dana yang diberikan kepada Indonesia dari program US JETP, saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Dalam kesempatan berbeda, Dadan juga menyampaikan bahwa Indonesia masih meminta dukungan nyata dari program JETP, seperti pinjaman komersial.

“JETP masih dibahas, terutama terkait komitmen pendanaan. Indonesia ingin dukungan yang lebih nyata, bukan business as usual, misalnya melalui pinjaman komersial,” kata Dadan kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/3/2023).

Seperti diketahui, dalam KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022), Presiden AS Joe Biden mengatakan komitmen US$20 miliar itu dalam rangka mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). dan mendukung percepatan transisi energi melalui penghentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara.

“Kami bersama Indonesia dan Jepang menciptakan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE). Bersama-sama kita memobilisasi US$ 20 miliar dalam pengembangan EBT dan mendukung transisi energi dari US$ batubara ambisi kelembagaan pembiayaan 20 miliar untuk sebuah transisi energi yang dapat berdampak pada dunia,” ujarnya pada KTT G20 di Bali, Selasa (15/11/2022).

Biden mengatakan ini juga dapat digunakan untuk mempromosikan proyek berbasis energi terbarukan seperti mendukung pengembangan kendaraan dan teknologi listrik.

“Ini juga dapat menciptakan lapangan kerja dan dapat berkontribusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim global,” katanya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Berikutnya

Pemakaian Listrik Akhir Tahun Melonjak, Pasokan Batu Bara Aman?

(Wow)