
Jakarta, CNBC Indonesia – Dunia termasuk Indonesia pernah merasakan dampak pahit Krisis Finansial 2008/2009 yang melanda Amerika Serikat (AS). Kejadian pahit 14 tahun lalu bisa saja terulang tahun ini.
Kekhawatiran terulangnya Krisis Keuangan Global 2008/2009 muncul setelah Silicon Valley Bank (SVB) kolaps pada Jumat (10/3/2023).
SVB tumbang hanya 48 jam setelah berencana menghimpun dana US$ 2,25 miliar atau setara Rp 34,75 triliun (kurs US$ 1 = Rp 15.445) untuk meningkatkan modal pada Rabu (8/3/2023).
Namun, rencana tersebut gagal karena pasar mengkhawatirkan kondisi keuangan bank tersebut. Bukannya mendapat modal, nasabah dan investor malah sibuk menarik dana dari SVB.
Investor khawatir beban SVB akan bertambah dan mengalami kesulitan pembayaran mengingat tingginya suku bunga saat ini.
Hingga Kamis (9/3/2023), penarikan modal dari SVB berpotensi menembus US$ 42 miliar atau Rp 648,69 triliun. Saham SVB juga turun lebih dari 60%, mendorong otoritas pasar modal untuk menangguhkannya. Runtuhnya bank SVB merupakan peringatan keras bagi pasar keuangan global.
Analis mengatakan dampak SVB bisa menyebar ke sektor perbankan secara keseluruhan dan juga bisnis lainnya.
Selain itu, situasi ekonomi global saat ini masih belum pulih dari krisis pandemi Covid-19. Suku bunga di tingkat global juga masih sangat tinggi.
“Mungkin akan ada pertumpahan darah minggu depan karena bank-bank AS akan bermasalah. Short selling akan terjadi dan mereka akan menyerang setiap bank, terutama bank kecil,” kata Chairman Whalen Global Advisors, dikutip Reuters.
Sebagai catatan, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 450 basis poin dalam satu tahun terakhir menjadi 4,5-4,75%.
Seperti diketahui, Krisis Keuangan Global pada 2008/2009 menyeret AS dan dunia ke dalam resesi.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), ekonomi global mengalami kontraksi 0,6% pada tahun 2009 setelah hanya tumbuh 3% pada tahun 2008.
Bahkan, ekonomi dunia tumbuh 5,2% pada tahun 2007. Akibat krisis tersebut, ekonomi AS mengalami kontraksi 0,34% pada tahun 2008 dan 3,07% pada tahun 2009.