
Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan antara Israel dan Iran sekali lagi berada pada titik kritis. Hal itu terjadi setelah Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu menganggap serangan terhadap fasilitas nuklir Iran sebagai sesuatu yang sah.
Dalam rapat kabinet, Netanyahu mengatakan opsi untuk menyerang fasilitas nuklir Iran harus tetap menjadi pertimbangan Tel Aviv. Dia menyebut pengembangan negara Persia dalam teknologi uranium sebagai ancaman bagi Israel.
“Apakah kami dilarang membela diri? Tentu saja, kami diizinkan, dan tentu saja, kami melakukan ini… Tidak ada yang akan menghalangi kami untuk melindungi negara kami dan mencegah para penindas menghancurkan negara Yahudi,” tegasnya, dikutip oleh Rusia Hari ini, Senin (6/3/2023).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Pernyataan Netanyahu itu disampaikan sehari setelah Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi ditanya wartawan tentang ancaman Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk menyerang Iran jika Teheran tidak setuju mengekang program nuklirnya.
“Setiap serangan militer terhadap fasilitas nuklir dilarang, di luar struktur normatif yang kita semua patuhi,” kata Grossi dalam jumpa pers di Teheran setelah bertemu dengan para pemimpin Iran.
“Prinsip itu berlaku untuk semua fasilitas nuklir, termasuk fasilitas atom terbesar di Eropa di Zaporizhzhia.”
Netanyahu mengatakan larangan seperti itu tidak berlaku untuk Israel. Bahkan, dia menyebut pernyataan Grossi sebagai sesuatu yang tidak pantas untuk negaranya.
“Dilarang oleh hukum apa? Apakah Iran, yang secara terbuka menyerukan penghancuran kami, diizinkan untuk melindungi senjata pemusnah massal yang akan membantai kami?”
Perjalanan Grossi sendiri ke Teheran terjadi setelah para pejabat Iran setuju untuk memulihkan akses inspektur PBB ke beberapa alat pemantau fasilitas nuklir negara itu. IAEA juga meningkatkan inspeksi di situs nuklir Fordo, serta kegiatan verifikasi dan pemantauan tambahan.
“Ini bukan kata-kata,” kata Grossi kepada wartawan sekembalinya ke Wina pada Sabtu. “Ini sangat konkret.”
Teheran membantah memiliki ambisi untuk memperoleh senjata nuklir. Tanah para Mullah menandatangani kesepakatan dengan AS dan kekuatan dunia lainnya pada tahun 2015, yang merupakan kesepakatan untuk memberlakukan pembatasan pada industri nuklirnya, termasuk pengayaan uranium. Kesepakatan ini muncul setelah beberapa negara menyatakan pengembangan nuklir Iran sebagai ancaman.
Namun, Washington mengingkari kesepakatan itu pada 2018, ketika Presiden AS saat itu Donald Trump bersikeras dia akan menggunakan “tekanan maksimum” melalui sanksi terhadap Iran untuk mengekang program nuklirnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Israel Ingin Serang Iran, Minta Dukungan Arab
(Luc/Luc)