
Hilirisasi merupakan misi besar Jokowi pada masa pemerintahannya, sehingga tidak ingin usahanya sia-sia, Jokowi berpesan kepada pemimpin berikutnya untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi di negeri ini. Namun perlu dicatat, meski hanya satu kalimat yang hilir, tantangan yang dihadapi tidaklah mudah.
Jakarta, CNBC Indonesia – Hilirisasi merupakan misi besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa pemerintahannya. Selama delapan tahun pemerintahannya, banyak upaya yang dilakukan Jokowi untuk melakukan hilirisasi.
Karena tak ingin usahanya sia-sia, Jokowi menyarankan kepada pemimpin berikutnya untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi di negeri ini.
Hilirisasi merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah komoditas suatu negara. Nampaknya pemerintah sangat yakin bahwa hilirisasi akan menjadi loncatan besar peradaban bangsa.
Meski digugat di Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, Presiden mendorong pemerintah Indonesia untuk tetap berani melangkah maju menghadapi gugatan tersebut.
Menurut Jokowi, Indonesia sendiri memiliki potensi sumber daya alam yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Tidak hanya pertambangan, negara ini juga kaya akan produksi sumber daya alam laut, mulai dari pertanian hingga perkebunan.
Untuk itu, Jokowi mendesak pemimpin berikutnya berani melanjutkan hilirisasi dan industri bahan baku Indonesia. Meski ke depan ada potensi masalah yang akan dihadapi bangsa ini.
“Saat ini kita hanya digugat oleh Uni Eropa dalam satu masalah nikel saja yang digugat. Padahal mineral kita tidak sebatas nikel. Ada tembaga, timah, batu bara, ada bauksit. Apakah kita mau berhenti? karena Uni Eropa menuntut itu kalau pemimpin tidak berani mundur? minta ampun,” kata Jokowi saat memberikan orasi politik pada Musyawarah Rakyat (Musra) Relawan Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/10). 5/2023). ).
Hilirisasi sering dikaitkan dengan cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju. Jokowi mengatakan jangan bermimpi menjadi negara maju, jika nanti negara ini dituntut segera mundur.
Karena itu, dia berpesan kepada pimpinan selanjutnya agar tetap tegas menjalankan komitmen pelarangan ekspor bahan mentah dan menerapkan hilirisasi di dalam negeri.
Tantangan Sulit ke Depan
Sebagai informasi, pemerintah terus menggenjot program hilirisasi tambang sebagai upaya peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Meski untuk mewujudkan proyek tersebut ada beberapa kendala yang perlu diatasi.
Dari sisi komoditas batubara, tantangan yang akan dihadapi tentu tidak mudah.
Dalam postingan CNBC Indonesia, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Irwandy Arif menyebut ada tantangan dalam implementasi hilirisasi batubara di negeri ini. Masalah pertama yang dihadapi terkait dengan peran teknologi.
Selain itu, Indonesia belum memiliki industri manufaktur untuk membangun fasilitas hilirisasi pengolahan dan pemurnian batubara.
Padahal Indonesia punya target dan harapan besar di hilir batubara ini.
Sebagai informasi, selama periode 2020-2023, upaya hilirisasi batubara Indonesia terbatas pada produksi kokas, peningkatan kualitas, dan produksi briket.
Meski begitu, jumlahnya hanya antara 10 ribu ton hingga 1 juta ton per tahun, sangat kecil dibandingkan total produksi batu bara nasional yang bisa mencapai 600 juta ton per tahun.
Ini baru batu bara, untuk diketahui hilirisasi bukan hanya soal batu bara tapi juga nikel dan 20 komoditas yang sudah ditetapkan pemerintah Indonesia untuk dilakukan hilirisasi.
Diantaranya batubara, nikel, timah, tembaga, bauksit, baja, emas, perak, aspal, minyak bumi, gas, kelapa sawit, kelapa, karet, minyak bumi, kayu gelondongan, getah pinus, udang, perikanan, kepiting, rumput laut, dan garam.
Tantangan yang sulit adalah konsep hilir sebenarnya tidak berhenti ketika mineral diolah menjadi produk antara. Seperti pada gambar saat ini: Bijih nikel menjadi NPI, FeNi atau Matte.
Namun harus dikembangkan lebih lanjut menjadi produk yang menjadi bahan dasar atau pelengkap hingga tahap akhir dalam pohon industri.
Tujuan akhirnya tentu satu, Indonesia saat ini sedang berjuang menaikkan statusnya dari negara berkembang menjadi negara maju.
Hal ini berkali-kali ditekankan Presiden Jokowi, terutama dalam mewujudkan industri hilir yang ‘katanya’ akan mengharumkan nama negara ini.
Ada banyak pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan pemimpin berikutnya.
Berbagai permasalahan masih mendominasi sumber daya hilir pertambangan. Mulai dari isu yang beredar di masyarakat bahwa nikel Indonesia didominasi China, isu lingkungan, hingga konsep hilirisasi itu sendiri.
Janji pemerintah bahkan penyebutan Presiden Jokowi tentang hilirisasi sebagai kunci negara maju memang luar biasa.
Namun konsep nilai tambah nikel di sini sangat dibutuhkan untuk membangun ekonomi nasional, perlu mendukung Triple Bottom Line yang mementingkan keuntungan, peduli sosial dan lingkungan.
Selain itu, peluang kerja harus terbuka lebar bagi pembantu rumah tangga, namun harus menjadi cerminan bersama apakah peluang tersebut ‘benar-benar’ terbuka bagi pembantu rumah tangga? Jika tidak demikian, dan masih banyak tenaga kerja asing yang bekerja di industri nikel, hal ini juga patut menjadi perhatian.
Isu WTO juga merupakan isu PR yang berat
Pemerintah kini menempuh jalan panjang mengikuti tuntutan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait pelarangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia.
Isu kekalahan Indonesia dalam gugatan perdagangan seolah tak ada habisnya, setelah resmi dinyatakan kalah pada Oktober 2022, ternyata Pemerintah memutuskan untuk terus ‘memperjuangkan’ kekalahan tersebut.
Klaim tersebut bermula dari sikap pemerintah yang menghentikan ekspor mineral mentah, yakni bijih nikel, untuk mengembangkan produk mentah tersebut di dalam negeri guna menciptakan nilai tambah berlipat.
Memang, Nikel adalah ‘harta’ ajaib di negeri ini karena merupakan salah satu bahan baku penting untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi ‘raja’ baterai di dunia. Bukan tanpa alasan,
Berdasarkan data United States Geological Survey (USGS), pada tahun 2022 produksi nikel Indonesia masih menempati urutan pertama dengan produksi paling unggul, mencapai 1,6 juta metrik ton.
Dengan ‘harta karun’ yang melimpah tersebut, Indonesia akhirnya akan percaya diri untuk berusaha memaksimalkan potensinya.
Jika melihat data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia kini memiliki tambang nikel mencapai 520,87 ribu hektare. Harta karun yang sangat luas ini diketahui tersebar di 7 wilayah di Indonesia.
Namun, ternyata keindahan khazanah Indonesia tak serta merta membuat segalanya berjalan lancar.
Uni Eropa menggugat RI di World Trade Organization (WTO) pada 2020. Akibatnya, RI dinyatakan kalah oleh panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO pada Oktober 2022.
Rupanya, kekalahan RI di gugatan Uni Eropa dipicu karena industri hilir nikel di Indonesia dinilai belum matang. Pemerintah dinilai belum bisa menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk mendukung industrialisasi di Indonesia.
Fasilitas pengolahan nikel disebut masih belum kuat. Jadi kalau industrinya kuat, larangan ekspor komoditas bisa diterapkan.
Namun, pemerintah telah mengajukan banding atas kekalahan gugatan pertama ini. Dia mengatakan pemerintah telah mengajukan banding pada Desember 2022.
Menurut dia, pemerintah telah menyiapkan argumentasi dalam banding di WTO terhadap Uni Eropa. Salah satunya dengan memastikan industri hilir produk olahan nikel di dalam negeri kuat.
Sebagai informasi, laporan akhir akan didistribusikan ke anggota WTO lainnya pada 30 November 2022 dan akan masuk dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Setidaknya, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dianggap melanggar ketentuan WTO.
Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Kedua, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
KeempatPeraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dengan perjuangan yang sedang berlangsung, sudah selayaknya Jokowi menginginkan pemimpin berikutnya dan jajarannya bersatu, seperti pesan Jokowi kepada para menterinya saat ini untuk tidak takut berjuang di WTO ini.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected]
(aduh/um)