
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah mulai mendorong pasangan muda Indonesia untuk tidak menunda pernikahan. Melihat proyeksi struktur demografi Indonesia ke depan yang akan didominasi oleh kaum lanjut usia.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), proporsi penduduk usia 0-14 tahun akan menurun sebesar 24,56% pada tahun 2020 menjadi 19,61% pada tahun 2045. Dengan demikian, proyeksi penduduk usia 15-64 tahun juga akan mengalami penurunan. menurun dari 69,28% menjadi 65,79%. Sementara itu, penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) meningkat dari 6,16% menjadi 14,61% pada periode yang sama.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Melihat data tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Rapat Perencanaan Pembangunan Nasional RKP 2024 dan Pencanangan Proyeksi Penduduk 2020-2050, Selasa (16/5/2023) mulai mengkampanyekan pasangan muda Indonesia untuk menikah.
“Jadi anjurannya lakukan secara berimbang jangan tunda nikah, karena kalau tidak diprediksi banyak yang tua. Muda-mudi yang kurang produktif,” ujarnya.
Senada dengan Ma’ruf, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa juga meminta pasangan muda mempersiapkan diri secara sosial dan ekonomi dalam bentuk jaminan pensiun. Ini untuk mempertahankan hidupnya di hari tua.
“Kita semua jangan terlalu tua, tapi kita belum kaya, dalam artian kita belum mampu menopang hidup di masa tua,” jelas Suharso.
Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, penduduk lanjut usia secara tidak langsung membebani negara. Pemerintah dibebankan melalui program sosial serta bantuan kesehatan.
“Ini bukan berarti membebani negara secara langsung, tetapi beban ekonomi. Dalam arti, usia di atas 65 tahun bukan usia produktif dan menjadi tanggung jawab penduduk usia produktif,” ujar Piter.
Indonesia saat ini sedang mengalami bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan penduduk tidak produktif. Namun, Piter menjelaskan bahwa bonus demografi diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030, dan akan terus menurun setelahnya. Hingga tahun 2045, Indonesia akan didominasi oleh orang-orang yang tidak produktif.
Direktur Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai tingginya proyeksi aging population pada 2045 akan mempengaruhi banyak faktor dalam perekonomian, salah satunya produktivitas ekonomi. Pasalnya, industri tersebut masih membutuhkan tenaga kerja usia produktif, sementara jumlah penduduk usia produktif semakin berkurang.
“Akhirnya mereka (industri) akan kesulitan mencari tenaga kerja dan itu akan mengancam produktivitas. Kapasitas produksi bisa turun, daya saing bisa melemah dan tidak semua industri bisa langsung tergantikan oleh robot. Sekarang ini akan menjadi beban ekonomi yang berat,” kata Bima.
Bhima menggambarkan populasi yang menua sebagai beban karena biaya kesehatan akan semakin mahal. Pemerintah perlu memberikan subsidi besar-besaran.
“Dalam konteks Indonesia, kemungkinan tuntutan dari BPJS Kesehatan akan membengkak cukup signifikan, artinya pemerintah harus menerapkan subsidi besar-besaran agar sistem BPJS tetap berjalan atau iuran atau iuran yang dibayarkan kepada peserta BPJS akan meningkat. terlihat,” kata Bhima.
Kemudian, kata Bhima, biaya pensiun juga akan meningkat. Ini mengikuti banyak penduduk memasuki usia pensiun dan mulai mencairkan jaminan pensiun mereka.
Menurut Bhima, penduduk yang menua juga berdampak pada konsumsi rumah tangga yang semakin melemah. Pada akhirnya akan terjadi deflasi, harga barang cenderung menurun yang menyebabkan perekonomian kurang bergairah dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah.
Berbeda pendapat, Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan melihat masalah penuaan populasi seharusnya tidak membebani masyarakat. Di sisi lain, peran pemerintah sangat besar dalam hal ini.
“Jadi saya kira pemerintah tidak terkesan membiarkan, bahwa setiap negara perlu menjamin kesejahteraan rakyatnya baik yang tua maupun yang produktif. Jadi ini memang tanggung jawab pemerintah. . Sebagai negara yang perlu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya,” ujar Fajar.
Pemerintah, kata Fajar, harus tanggap terhadap perubahan populasi yang menua. Pemerintah dapat secara inovatif mengalokasikan dana APBN ke sektor-sektor yang dibutuhkan.
“Ke depan, saya optimis pemerintah perlu lebih inovatif, lebih kreatif dalam meningkatkan pendanaan di APBN, terutama memfasilitasi atau membiayai pos-pos anggaran yang kemungkinan akan menjadi prioritas di tahun 2045,” ujarnya. .
Untuk menghadapi aging population, Bhima menjelaskan pemerintah dapat mengambil beberapa faktor, antara lain menyediakan jaring pengaman sosial, menciptakan lapangan kerja berkualitas, dan mempersiapkan transisi ke teknologi. Selain itu, Bhima berpesan agar masyarakat jangan sampai tidak memiliki anak.
“Perlu kami sampaikan bahwa tidak memiliki anak tidak baik bagi perekonomian karena nantinya angka fertilitas akan turun, maka doronglah sebanyak-banyaknya generasi muda untuk berkeluarga atau menikah, yang penting persiapkan perencanaan keuangan dengan baik,” ujarnya. . kata Bima.
Namun, Fajar tidak sependapat bahwa mendorong anak muda untuk segera menikah adalah solusi yang tepat. “Kalau cara mendorong pasangan muda untuk menikah dan punya 2 anak, saya rasa agak salah,” katanya.
Dari sudut pandang Fajar, pemerintah harus mampu mengantisipasi perubahan struktur kependudukan yang didominasi lansia pada tahun 2045. Kebijakan yang tepat akan menciptakan produktivitas masyarakatnya.
“Pemerintah harus lebih fokus bagaimana mengantisipasi perubahan struktur penduduk ini dengan kebijakan fiskal yang lebih tepat dan berdampak. Pendidikan dan kesehatan harus menjadi fokus utama agar anak Indonesia tidak mengalami gizi buruk/stunting dan lebih memiliki pengetahuan/keterampilan yang baik. ini kasus sadar, otomatis produktivitas akan tercipta,” jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
Hadiri HUT PSI, Jokowi Ungkap Cara RI Keluar dari Jebakan
(mij/mij)