
Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, kemungkinan gempa dahsyat yang terjadi di Turki juga bisa terjadi di Indonesia. Ia mengingatkan Indonesia harus selalu waspada terhadap bahaya tanah longsor, seperti yang pernah menghancurkan Turki.
“Perlu diingatkan bahwa saat ini sepertinya kita lebih tertarik untuk mengetahui gempa megathrust yang probabilitasnya cukup kecil, jika dibandingkan dengan gempa yang berada di darat yang berada tepat di bawah kaki kita,” ungkapnya. ujar Dwikorita seperti dikutip Sabtu (4/3/2023).
“Gempa di Turki menjadi peringatan bagi kita, bahwa negara kita juga merupakan wilayah rawan gempa yang dipicu oleh sesar aktif di darat. Dan bisa berlanjut ke laut,” lanjutnya.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Guncangan gempa Turki akibat patahan aktif dengan gerakan geser mendatar (strike slip) dapat menyebabkan gempa dahsyat dan gempa kompleks.
Akibat gempa di Turki, 6 ruas putus, yakni ruas Turkoglu, Golbasi, Yarpuzlu, Lakehazar dan Gorzali sepanjang 300 km.
Untuk itu, kata Dwikorita, perlu dilakukan kajian yang komprehensif terhadap zona strike-slip fault di Indonesia. Misalnya Sesar Geser Besar Sumatera atau zona sesar Great Sumatera, Sesar Palu-Koro, Sesar Matano, Sesar Cimandiri, Sesar Opak, Sesar Gorontalo, Sesar Sorong, Sesar Tarera Aiduna, Sesar Yapen, dan sesar lainnya.
Fenomena serupa terjadi di Pulau Lombok pada tahun 2018 yang diguncang 5 kali gempa kuat dalam kurun waktu 3 minggu dengan magnitudo M6.4, M7.0, M5.9, M6.2 dan M6.9.
Terdapat banyak fitur zona patahan utama yang dikelilingi oleh patahan lain di Indonesia, seperti patahan Cimandiri, patahan Semangko, patahan Palu Koro, patahan Aceh-Seulimeum, patahan Kawa, dan patahan lainnya.
“Untuk itu perlu perhatian khusus dan lebih serius terhadap sesar aktif yang melewati pemukiman padat penduduk di kota-kota besar seperti Sesar Besar Sumatera, Sesar Lembang, Sesar Opak, Sesar Palu-Koro,” ujarnya.
Penyebab gempa Turki bisa mematikan karena faktor-faktor berikut yang dirangkum dari beberapa sumber:
1. Saat gempa terjadi
Beberapa faktor telah berkontribusi untuk membuat gempa ini begitu mematikan. Salah satunya adalah waktu kejadian. Sebagai informasi, gempa ini mengguncangkan tidur warga pada Senin (6/2/2023) sekitar pukul 04.00 waktu setempat.
Dengan gempa yang terjadi di pagi hari, banyak orang yang berada di tempat tidur saat gempa terjadi yang menyebabkan mereka terjebak di bawah reruntuhan rumah.
2. Gempa susulan
Gempa terjadi 23 kilometer timur Nurdagi, di provinsi Gaziantep Turki, pada kedalaman 24,1 kilometer.
Pusat gempanya sendiri diketahui berada di darat. Padahal, jaraknya hanya sekitar 30 km dari kota Gaziantep yang berpenduduk hingga 2 juta jiwa.
Gempa susulan berkekuatan 7,5 SR, yang melanda sekitar 95 kilometer jauhnya, adalah yang terkuat dari lebih dari 100 gempa susulan yang tercatat sejauh ini.
3. Banyak bangunan runtuh
Banyaknya bangunan yang runtuh juga menjadi faktor penyebab kematian yang sangat banyak.
“Dalam keruntuhan seperti itu, sulit – seperti yang Anda lihat – dan sangat tragis untuk menyelamatkan nyawa. Itu membuat operasi tim pencarian dan penyelamatan menjadi sangat sulit,” kata Mustafa Erdik, profesor teknik gempa di Universitas Bogazici di Istanbul.
Erdik mengatakan gambar kehancuran dan puing-puing yang tersebar luas menunjukkan ada variasi yang luas dalam kualitas desain dan konstruksi.
“Kehancuran total adalah sesuatu yang selalu Anda coba hindari baik dalam kode maupun desain aktual,” jelasnya.
4. Patahan Anatolia
Pusat gempa berada sekitar 26 km sebelah timur kota Nurdagi di Turki pada kedalaman sekitar 18 km di Patahan Anatolia Timur. Gempa menyebar ke timur laut, membawa kehancuran ke Turki tengah dan Suriah.
Selama abad ke-20, Patahan Anatolia Timur menghasilkan sedikit aktivitas seismik besar. “Jika kita hanya melihat gempa (besar) yang direkam oleh seismometer, mereka akan terlihat kurang lebih kosong,” kata Roger Musson, peneliti kehormatan di British Geological Survey.
Hanya tiga gempa bumi yang terdaftar di atas 6,0 Skala Richter (SR) sejak 1970 di daerah tersebut, menurut US Geological Survey (USGS).
Sebelumnya, Joanna Faure Walker, Kepala University College London Institute for Risk and Disaster Reduction menjelaskan bahwa dibandingkan gempa M 6.2 yang melanda Italia tengah pada 2016 dan menewaskan sekitar 300 orang, gempa Turki-Suriah menghasilkan energi 250 kali lebih banyak.
Sementara itu, hanya dua gempa paling mematikan dari 2013 hingga 2022 yang besarnya sama dengan gempa yang melanda Turki pada Senin.
Sesar Anatolia Timur juga dikenal sebagai sesar geser.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
BMKG: Gempa 5,6 M Guncang Cianjur, Terasa Sampai Jakarta
(des)