liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
March 31, 2023
Ada Perang Baru Arab Saudi Cs vs AS, Ini Kronologi-Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) mendadak menghangat. Ini terjadi setelah AS ingin membuat undang-undang terkait minyak.

‘Perang’ terbaru antara kedua negara terjadi setelah AS berencana untuk memberlakukan batas atas harga minyak negara-negara OPEC+. Hal ini mengacu pada gabungan negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan negara non-OPEC namun berproduksi besar seperti Rusia.

AS diketahui sedang menyusun No Oil Production and Export Cartel atau Kartel Tanpa Produksi dan Ekspor Minyak (NOPEC). Lalu bagaimana kronologi dan faktanya?

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Kronologi

Pemberlakuan RUU ini dilakukan setelah permintaan Presiden AS Joe Biden untuk meningkatkan produksi minyak kepada Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), ditolak mentah-mentah tahun lalu. Meski dipimpin oleh Raja Salman bin Abdulaziz, MBS kini menjadi Perdana Menteri (PM) Arab Saudi.

Saat itu, Gedung Putih mengatakan Biden kecewa dengan keputusan “berpandangan sempit” OPEC+ untuk memangkas kuota produksi. Sementara itu, ekonomi global menghadapi dampak negatif lebih lanjut dari serangan Rusia di Ukraina.

Sebelumnya pada Oktober 2022, OPEC+ telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari mulai November. Langkah tersebut dirancang untuk memacu pemulihan harga minyak mentah, yang telah turun menjadi sekitar US$80 per barel setelah mencapai US$120 per barel pada awal Juni tahun lalu.

Sebenarnya, kekecewaan AS terhadap sikap OPEC+ tidak muncul begitu saja. Negeri Paman Sam itu berkali-kali menyerukan peningkatan produksi minyak untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harga di hilir.

Selain itu, Biden juga berkepentingan saat itu, untuk menjaga harga BBM. Selain itu, pada Oktober 2022, politik AS sedang bergolak dengan pemilu sela di AS.

Apa itu RUU NOPEC?

Perlu diketahui, RUU NOPEC dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak. RUU tersebut dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitra mereka ke tindakan hukum untuk mendalangi pemotongan pasokan yang mendorong harga minyak mentah global.

Agar berlaku, RUU tersebut harus disetujui oleh Senat penuh dan Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden. Karena AS menganut sistem bikameral, negara tersebut memiliki Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Momen Politik?

Analis mengatakan bahwa sebenarnya yang dilakukan AS adalah politik. Salah satunya adalah mengekang kedekatan Arab Saudi dan Rusia.

Jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai harga minyak, itu akan dilihat sebagai dukungan terbuka untuk Rusia. Meskipun Rusia sedang dibombardir oleh sanksi Barat.

“Orang-orang Saudi mengatakan bahwa ini adalah keputusan yang digerakkan oleh pasar, bahwa mereka memperkirakan permintaan akan turun di musim dingin,” kata Michael Stephens dari Royal United Services Institute di London.

“Dan bahkan jika itu murni berdasarkan alasan teknis dan penawaran dan permintaan, bukan itu yang ditafsirkan AS,” katanya.

“Jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai harga minyak, itu akan dilihat sebagai dukungan terbuka untuk Rusia,” tambahnya.

Dorong NOPEC

Sementara itu, dalam pernyataan baru, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan NOPEC akan mempersulit negara-negara OPEC+ untuk berinvestasi dalam produksi. Dampaknya akan dirasakan di seluruh dunia oleh produsen dan konsumen, serta industri minyak.

Secara khusus, Arab Saudi telah memulai upaya untuk memperluas kapasitas produksinya menjadi 13,3 juta barel per hari pada tahun 2027. Ini juga menjadi batu sandungan.

“Ekspansi sudah berjalan, dalam tahap rekayasa, dan peningkatan pertama diharapkan masuk layanan pada 2025,” kata sang pangeran, dikutip dari Arab News, Rabu (15/3/2023).

“Kapasitas dan penyimpanan cadangan darurat global adalah jaring pengaman utama untuk pasar minyak dalam menghadapi potensi guncangan. Saya telah berulang kali memperingatkan bahwa pertumbuhan permintaan global akan melebihi kapasitas cadangan global saat ini, sementara cadangan darurat berada di posisi terendah dalam sejarah,” jelasnya.

Abdulaziz juga mengatakan langkah AS terkait RUU tersebut tidak akan diikuti oleh Riyadh atau anggota OPEC+ lainnya. Dia mengatakan langkah itu hanya akan menyebabkan kekurangan minyak global.

Abdulaziz menambahkan bahwa kelompok negara penghasil minyak OPEC+ telah berhasil membawa stabilitas dan transparansi yang signifikan ke pasar minyak. Terutama dibandingkan dengan semua pasar komoditas lainnya.

“RUU NOPEC tidak mengakui pentingnya mempertahankan kapasitas cadangan, dan konsekuensi dari tidak mempertahankan kapasitas cadangan terhadap stabilitas pasar,” ujarnya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Berikutnya

Diserang AS, Negara OPEC+ Pasang Badan Pertahanan Arab Saudi

(sef/sef)