
Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia berencana mengekspor listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT), salah satu yang terdekat adalah Singapura. Padahal, pembahasan ekspor listrik sudah beberapa kali dilakukan antara kedua negara.
Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan meminta Singapura untuk membangun atau berinvestasi pada pembangkit energi hijau di Indonesia sebelum meminta pasokan dari Indonesia.
Lantas apa sebenarnya manfaat yang bisa diperoleh Indonesia ketika industri energi bersih dibangun di dalam negeri?
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan ada berbagai dimensi manfaat yang bisa diperoleh Indonesia dengan membangun industri energi bersih di tanah air.
Menurutnya, salah satu manfaat yang bisa dirasakan adalah kedaulatan NKRI. Komaidi mengatakan, dengan membangun industri energi bersih di Indonesia, diharapkan Indonesia akan lebih berdaulat.
“Jadi saya melihat beberapa dimensi. Yang pertama dari sudut kedaulatan. Jadi kalau ada (industri energi bersih) kita relatif berdaulat dibandingkan kalau tidak di tempat kita,” ujar Komaidi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat ( 12/12). 5/2023).
Selain itu, Komaidi juga menyampaikan bahwa nantinya Indonesia akan memegang kekuatan besar ketika industri tersebut ada di dalam negeri.
“Kalau pembangkit itu ada di Indonesia, tentu kalau ada yang tidak beres kita punya kendali lebih besar daripada kalau tidak ada di tangan kita,” katanya.
Adapun dimensi manfaat kedua, lanjut Komaidi, akan ada nilai tambah yang diperoleh dengan membangun industri energi bersih dalam negeri. Salah satunya, Indonesia bisa menggunakan pekerja rumah tangga untuk bekerja di industri energi bersih.
Soal ketersediaan teknologi, Komaidi meyakini teknologi energi bersih ini bisa diadopsi dari negara lain terlebih dahulu.
“Kedua, ada nilai tambah kalau dibangun di dalam negeri, karena tentu kita punya tenaga kerja. Harapannya kita juga bisa adopsi teknologinya,” tambah Komaidi.
Untuk itu, Komaidi mengungkapkan meski listrik yang dihasilkan dari energi bersih tersebut akan diekspor, menurutnya akan lebih menguntungkan jika proyek industri energi bersih juga dibangun di Indonesia.
“Jadi menurut saya dimensinya banyak. Kalau semua diolah di Indonesia, tentu banyak manfaatnya di Indonesia. Walaupun listriknya kemungkinan untuk diekspor,” ujarnya.
Sebenarnya, pembahasan ekspor listrik ke Singapura bukanlah hal baru. Luhut beberapa waktu lalu juga mengungkapkan, perusahaan Indonesia bisa mengekspor listrik ke Singapura, dengan syarat industri panel surya dalam negeri dibangun terlebih dahulu.
“Kalau mereka (Singapura) mereka ingin panel suryanya diekspor dari Indonesia untuk listrik, dan Singapura. Tapi kami tidak mau itu, kami ingin end-to-end. Kami harus membangun panel surya di sini, industri , lalu aki, dan seterusnya. Nanti kita ekspor ke Singapura, jadi win-win,” ujarnya dikutip Kamis (16/3/2023).
Sesuai instruksi Menko Luhut, beberapa perusahaan energi Indonesia sepakat menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT), dan rantai pasokan panel surya atau Solar Photovoltaic. (PV) dan Sistem Penyimpanan Energi Baterai (SPEB) di Indonesia.
Penandatanganan MoU ini juga melibatkan beberapa produsen PV dan baterai (Original Equipment Manufacturer/OEM).
Perusahaan energi Indonesia yang menandatangani MoU antara lain PT Adaro Clean Energy Indonesia (Adaro Green), PT Medco Power Indonesia (Medco Power), dan PT Energi Baru TBS (Tenaga Baru).
Tiga perusahaan energi Indonesia juga menandatangani MoU dengan produsen PV dan baterai (OEM) dalam dan luar negeri, termasuk PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia, LONGi Solar Technology Co Ltd, Jiangsu Seraphim Solar System Co Ltd, Znshine PV-Tech Co. Ltd, Sungrow Power Supply Co Ltd, PT Huawei Tech Investment dan REPT BATTERO Energy Co Ltd
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Berikutnya
buruk! RI Kelebihan Power Supply, Normal Atau Tidak?
(pgr/pgr)