
Jakarta, CNBC Indonesia – Silicon Valley Bank (SVB) ambruk pada Jumat (10/3/2023) dan mengguncang pasar keuangan Amerika Serikat (AS).
SVB ambruk hanya 48 jam setelah berencana mengumpulkan US$ 2,25 miliar untuk menambah modal pada Rabu (8/3/2023).
Dunia bertanya-tanya apa yang menyebabkan sebuah bank yang didirikan pada tahun 1983 runtuh dalam beberapa hari. Berikut adalah poin-poin penting tentang keruntuhan SVB:
1. Kenaikan suku bunga Fed
Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 450 basis poin (bps) sejak pertengahan Maret 2022 atau setahun lalu menjadi 4,5-4,75%.
Naiknya suku bunga membuat investor kurang tertarik untuk membeli aset berisiko. Kenaikan suku bunga juga menyebabkan biaya pinjaman meningkat tajam.
Situasi ini membebani banyak perusahaan rintisan yang menjadi pelanggan utama SVB.
2. Pelanggan/pelanggan SVB menghadapi krisis uang tunai
Naiknya suku bunga menunda banyak penawaran umum perdana (IPO) startup, membuat penggalangan dana melalui non-IPO lebih mahal.
Sementara itu, banyak start-up menarik dana dari SVB untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Situasi ini membuat SVB berantakan karena penarikan dana nasabah secara besar-besaran.
Hingga Kamis (9/3/2023), penarikan modal dari SVB telah menembus US$ 42 miliar atau Rp 648,69 triliun.
Sejumlah venture capital (VC) diminta segera mencairkan dananya dari SVB, seperti Founders Fund, Union Square Ventures, dan Coatue Management.
3. SVB menjual obligasi dengan harga lebih rendah
SVB menjual obligasi mereka untuk mendapatkan dana baru. Sebagian besar obligasi yang mereka miliki adalah obligasi pemerintah AS.
Obligasi yang dijual senilai US$ 21 miliar atau sekitar Rp 324,35 triliun.
Rata-rata imbal hasil obligasi ini sekitar 1,79%, jauh di bawah imbal hasil saat ini sekitar 3,9%. Akibatnya, perseroan merugi hingga US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 27,8 triliun.
4. SVB mengumumkan penjualan saham
SVB pada Kamis (9/3/2023) mengumumkan akan menjual saham dan saham preferen konversi senilai US$ 2,25 miliar.
Saham preferen konversi adalah saham preferen yang dapat dikonversi menjadi beberapa saham biasa di masa depan.
5. Penjualan saham runtuh
Sejumlah pelanggan SVB menarik uang mereka dari mereka karena banyak yang khawatir. Kesepakatan dengan General Atlantic juga gagal karena meningkatnya kekhawatiran.
Upaya penggalangan dana yang semula diharapkan bisa menyelamatkan perusahaan juga gagal. Saham perseroan bahkan anjlok 60% pada perdagangan Jumat pekan lalu.
6. SVB berada di bawah pengawasan seorang kurator
SVB tumbang karena gagal menemukan pembiayaan alternatif termasuk menjual perusahaan. Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) mengumumkan bahwa SVB telah resmi ditutup dan kini berada di bawah pengawasan seorang kurator.
FDIC akan berusaha untuk menjual aset SVB dan mencari kemungkinan pembayaran dividen untuk membayar pelanggan tanpa jaminan.
SVB memiliki aset senilai US$209 miliar atau sekitar Rp3,3 triliun dan deposito sekitar US$175,4 miliar atau sekitar Rp2.709,1 triliun pada akhir tahun 2022.
US$209 miliar atau sekitar Rp3.228,1 triliun dan deposito sekitar US$175,4 miliar atau sekitar Rp2.709,1 triliun pada akhir tahun 2022.
Dengan aset sebesar itu, SVB menempati urutan ke-16 dalam daftar bank AS dengan aset terbesar. Sayangnya, sekitar 89% simpanan mereka tidak dijamin.
FDIC hanya menjamin US$ 250.000 atau Rp 3,86 miliar per pelanggan untuk setiap akun. Mereka yang memiliki tabungan lebih akan mendapatkan sertifikat di bawah pengawasan seorang kurator.
PENELITIAN CNBC INDONESIA
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
(mae/mae)